Assalamualaikum .. Nih Ane Mau Nge Share Makalah Tentang Istiqomah .. Mudah mudahan Bermanfaat Amin
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alquran memberikan petunjuk ke arah pencapaian kebahagiaan yang hakiki, yaitu kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan yang hendak di capai bukanlah kebahagiaan berdasarkan perkiraan pikiran manusia saja, melainkan kebahagiaan yang dirancang oleh pemilik dan pencipta kebahagiaan, yakni kebahagiaan abadi. Alquran memberikan petunjuk yang jelas, yaitu meletakkan seluruh aspek kehidupan kedalam kerangka ibadah kepada Allah SWT. Sebagai kitab petunjuk dan sebagai syariah terakhir, Alquran membawa nilai-nilai yang pernah ada. Nilai-nilai tersebut menyentuh semua potensi manusia dan segala aspek serta bidang kehidupannya. Salah satu nilai yang terdapat atau diajarkan dalam Alquran adalah bersikap istiqomah atau teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal saleh. Istiqomah berarti berpendirian teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada aqidah dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam keadaan apapun. Fungsi petunjuk dari Alquran akan bermanfaat sesuai tujuannya apabila manusia menggunakannya sesuai petunjuk.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Istiqomah
Istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali.
Definisi Menurut pengertian bahasa (literal), al-istiqaamah bermakna al-i’tidaal (lurus). Jika dinyatakan “istaqaama lahu al-amr”, maknanya adalah tegak lurus. Seperti halnya firman Allah swt, “Tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya”. (QS al-Fushshilat, 41: 6). Makna “istiqamah” pada ayat ini adalah tegak lurus untuk selalu menghadap kepada Allah swt, tanpa berpaling kepada yang lain. Istiqaamah juga bermakna al-istiwaa (lurus dan setimbang). Makna semacam ini bisa dijumpai di dalam surat al-Fushilat, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushilat, 30)
Makna istiqamah di dalam ayat ini adalah melaksanakan ketaatan dan berpegang teguh kepada sunnah Nabi saw.” Menurut Al-Aswad bin Malik, ayat ini bermakna, “Janganlah kamu menyekutukan Allah swt dengan apapun”. Sedangkan Qatadah mengartikan istiqamah pada ayat itu dengan “teguh” untuk selalu mentaati Allah swt. (Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-’Arab, juz 12/ 499)
Ada pula yang menafsirkan “istiqamah” dalam surat al-Fushshilat ayat 30 dengan, “beriman kepada Allah dan tidak pernah mengotori keimanannya dengan kedzaliman”. Ada pula yang mengartikan dengan, “tidak berbuat dosa dan tidak mencemari imannya dengan kesalahan”. Sedangkan menurut Imam Qurthubiy, istiqamah adalah tegak lurus atau konsisten untuk selalu mentaati Allah swt, baik dalam keyakinan, perkataan, dan perbuatan, kemudian tetap dalam kondisi semacam itu secara terus-menerus”. (Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 15/358)
2.2 Hukum Istiqamah di Jalan Allah
Pada dasarnya, Allah swt telah mewajibkan Rasulullah saw dan kaum Mukmin untuk selalu istiqamah di jalan Allah swt. Di dalam sebuah ayat, Allah swt berfirman; “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS Huud 11 : 112)
Tatkala Allah SWT. memerintahkan beragam perintah, mulai dari tauhid, kenabian, dan sebagainya, Allah swt memerintahkan kepada Rasulullah saw untuk beristiqamah (teguh dan konsisten) atas apa yang telah diperintahkan kepadanya. Perintah istiqamah di sini mencakup perkara-perkara ‘aqidah dan syariat (amal). Tugas ini tentunya sangatlah berat. Wajar saja Rasullah saw pernah bersabda, “Rambutku beruban karena surat Huud”. (Imam al-Baidlawiy, Tafsir al-Baidlawiy, juz 3/266)
Imam Qurthubiy menjelaskan ayat ini merupakan perintah kepada Nabi saw dan kepada umatnya untuk istiqamah. Menurut Ibnu ‘Abbas, tak ada ayat yang diturunkan kepada Nabi saw yang lebih berat dan sulit dibandingkan surat Huud ayat 112. Oleh karena itu, tatkala beliau saw ditanya para sahabat, “Sungguh, anda cepat sekali beruban”. Rasulullah saw menjawab,”Aku beruban karena surat Huud dan suadara-saudaranya”.(Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 9/107)
Di dalam kitab Fath al-Qadir, Imam Syaukani menuturkan, “Fastaqim kamaa umirta, maknanya adalah beristiqamahlah seperti yang telah diperintahkan kepadamu, yakni semua hal yang diperintahkan Allah swt. Jadi perintah istiqamah di sini mencakup semua hal yang diperintahkan dan dilarang Allah.”(Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 2/529)
Perintah untuk istiqamah di atas jalan Allah juga disitir di dalam sunnah. Dari Abu ‘Amr diriwayatkan bahwasanya ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepada saya suatu ucapan yang ada di dalam Islam, yang tak seorangpun bisa mengatakannya kecuali diri Anda. Rasulullah saw menjawab, “Katakanlah saya beriman kepada Allah, lalu teguhlah kamu dalam pendirianmu itu”.(HR. Imam Muslim)
Dari Abu Hurairah ra diriwayatkan, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Biasa-biasa sajalah kamu sekalian di dalam mendekatkan diri kepada Allah, dan berpegang teguhlah kamu sekalian terhadap apa yang kalian yakini. Ketahuilah, tak ada seorangpun diantara kalian yang selamat karena amalnya. Para shahabat bertanya, “Tidak juga Anda, Ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Tidak juga saya, kecuali jika Allah melimpahkan rahmat dan karuniaNya”.(HR. Imam Muslim)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa istiqamah di jalan Allah yakni selalu konsisten dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, tanpa ada pengecualian.
2.3 Keutamaan Istiqamah di Jalan Allah
Orang yang istiqamah di jalan Allah, niscaya akan mendapatkan banyak keutamaan. Allah swt telah menjelaskan masalah ini dengan sangat jelas di dalam al-Quran. Diantara ayat-ayat yang berbicara tentang keutamaan istiqamah adalah ayat berikut ini; “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS Fushshilat 41: 30)
“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, Kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.”(QS Al Ahqaaf 46: 13)
Ayat-ayat di atas menjelaskan dengan sangat gamblang, bahwasanya orang yang istiqamah di jalan Allah akan memperoleh banyak keutamaan, Diantara keutamaan-keutamaan tersebut adalah:
1) Allah akan menurunkan malaikat kepada orang-orang yang beriman dan beristiqamah di jalan Allah. Malaikat tersebut menghibur dengan ucapan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. Ibnu Zaid dan Mujahid menyatakan; malaikat akan diturunkan kepada orang tersebut menjelang kematiannya. Muqatil dan Qatadah berpendapat; malaikat akan diturunkan saat ia dibangkitkan dari kubur. Sedangkan menurut Ibnu ‘Abbas, ini adalah kabar gembira dari malaikat untuk mereka kelak di akherat. Ibnu Zaid dan al-Waqi’ menyatakan, kabar gembira tersebut akan disampaikan di tiga tempat; pertama, menjelang kematiannya; kedua, ketika berada di dalam kubur, dan ketiga, saat dibangkitkan dari kubur. (Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 15/358)
2) Malaikat akan menjadi penolong (wali) orang yang istiqamah di kehidupan dunia dan akhirat. Menurut Mujahid, malaikat akan menjadi kroni orang-orang yang istiqamah di kehidupan dunia, dan kelak di akherat, malaikat itu tidak akan berpisah dengan orang tersebut hingga ia masuk ke dalam surganya Allah. Al-Sudiy menyatakan, malaikat akan menjadi penjaga amal orang yang istiqamah di kehidupan dunia, dan penolong di hari akhir. (Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 15/360). Di ayat lain, al-Quran juga menyatakan dengan sangat jelas, orang yang beristiqamah di jalan Allah akan mendapatkan anugerah harta dan keberkahan yang melimpah ruah. Allah swt berfirman; “Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak)”. (QS Al Jin 72: 16).
2.4 Kiat Agar Tetap Istiqomah
Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan:
1) Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوابِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَاوَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُاللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat tersebut dijelaskan dalam hadits berikut. “Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.
Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya.
Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.
Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.
2) Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,
.قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُالْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّلِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَىلِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam surat Al Furqon ayat 32 yang artinya “Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?” demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)”.
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam surat Fushilat ayat 44 yang artinya “Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.”. Qotadah mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Quran sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat penawar bagi orang-orang beriman.” Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.
3) Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syariat Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syariat atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَىاللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar.” Yaitu Ibnu ‘Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,
.يَا عَبْدَ اللَّهِ، لاَ تَكُنْمِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَيَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”
Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus “futur” (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.
4) Membaca kisah-kisah orang sholih sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam istiqomah.
Dalam Al Qur’an banyak diceritakan kisah-kisah para nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Hud ayat 11 yang artinya “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
Contohnya kita bisa mengambil kisah istiqomahnya Nabi Ibrahim.
“Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya: 68-70)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Akhir perkataan Ibrahim ketika dilemparkan dalam kobaran api adalah “hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai penolong dan sebaik-baik tempat bersandar).” Lihatlah bagaimana keteguhan Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian tersebut? Beliau menyandarkan semua urusannya pada Allah, sehingga ia pun selamat. Begitu pula kita ketika hendak istiqomah, juga sudah seharusnya melakukan sebagaimana yang Nabi Ibrahim contohkan. Ini satu pelajaran penting dari kisah seorang Nabi.
Begitu pula kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dalam firman Allah pada surat Asy Syu’aro ayat 61-62 yang artinya, “Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”. Lihatlah bagaimana keteguhan Nabi Musa ‘alaihis salam ketika berada dalam kondisi sempit? Dia begitu yakin dengan pertolongan Allah yang begitu dekat. Inilah yang bisa kita contoh.
Oleh karena itu, para salaf sangat senang sekali mempelajari kisah-kisah orang sholih agar bisa diambil teladan sebagaimana mereka katakan berikut ini.
Basyr bin Al Harits Al Hafi mengatakan, “Betapa banyak manusia yang telah mati (yaitu orang-orang yang sholih, pen) membuat hati menjadi hidup karena mengingat mereka. Namun sebaliknya, ada manusia yang masih hidup (yaitu orang-orang fasik, pen) membuat hati ini mati karena melihat mereka.“ Itulah orang-orang sholih yang jika dipelajari jalan hidupnya akan membuat hati semakin hidup, walaupun mereka sudah tidak ada lagi di tengah-tengah kita. Namun berbeda halnya jika yang dipelajari adalah kisah-kisah para artis, yang menjadi public figure. Walaupun mereka hidup, bukan malah membuat hati semakin hidup. Mengetahui kisah-kisah mereka mati membuat kita semakin tamak pada dunia dan gila harta. Wallahul muwaffiq.
Imam Abu Hanifah juga lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Beliau rahimahullah mengatakan, “Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka”.
Begitu pula yang dilakukan oleh Ibnul Mubarok yang memiliki nasehat-nasehat yang menyentuh qolbu. Sampai-sampai ‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan mengenai Ibnul Mubarok, “Kedua mataku ini tidak pernah melihat pemberi nasehat yang paling bagus dari umat ini kecuali Ibnul Mubarok.“
Nu’aim bin Hammad mengatakan, “Ibnul Mubarok biasa duduk-duduk sendirian di rumahnya. Kemudian ada yang menanyakan pada beliau, “Apakah engkau tidak kesepian?” Ibnul Mubarok menjawab, “Bagaimana mungkin aku kesepian, sedangkan aku selalu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Maksudnya, Ibnul Mubarok tidak pernah merasa kesepian karena sibuk mempelajari jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Itulah pentingnya merenungkan kisah-kisah orang sholih. Hati pun tidak pernah kesepian dan gundah gulana, serta hati akan terus kokoh.
5) Memperbanyak doa kepada Allah agar diberi keistiqomahan.
Di antara sifat orang beriman adalah selalu memohon dan berdoa kepada Allah agar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam Al Qur’an Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdoa kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَمَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوالِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِوَمَا ضَعُفُوا
وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُيُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْإِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَااغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَافِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ(147) فَآَتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَاوَحُسْنَ ثَوَابِ الْآَخِرَةِ وَاللَّهُ(148)يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali Imran: 146-148).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَاوَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. Al Baqarah: 250)
Doa yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu”.
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَإِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّوَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْأَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَأَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.“
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.“
6) Bergaul dengan orang-orang sholih.
Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa salah satu sebab utama yang membantu menguatkan iman para sahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُاللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِفَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍمُسْتَقِيمٍ
“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101)
Allah juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَآَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَالصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At Taubah: 119)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita. “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.”
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”
Para ulama pun memiliki nasehat agar kita selalu dekat dengan orang sholih.
Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.“ Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang sholih lainnya.
Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”
Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi”. Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan sempit dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat. Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”. Itulah pentingnya bergaul dengan orang-orang yang sholih. Oleh karena itu, sangat penting sekali mencari lingkungan yang baik dan mencari sahabat atau teman dekat yang semangat dalam menjalankan agama sehingga kita pun bisa tertular aroma kebaikannya. Jika lingkungan atau teman kita adalah baik, maka ketika kita keliru, ada yang selalu menasehati dan menyemangati kepada kebaikan.
Kalau dalam masalah persahabatan yang tidak bertemu setiap saat, kita dituntunkan untuk mencari teman yang baik, apalagi dengan mencari pendamping hidup yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri tentu saja akan menjalani hubungan bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri akan menjadi teman ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari pasangan yang sholih atau sholihah. Kiat ini juga akan membuat kita semakin teguh dalam menjalani agama.
Demikian beberapa kiat mengenai istiqomah. Semoga Allah senantiasa meneguhkan kita di atas ajaran agama yang hanif (lurus) ini. Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.
2.5 Penerapan Istiqomah
2.5.1 Ruang Lingkup Istiqomah
Istiqamah merupakan daya kekuatan yang diperlukan sepanjang hayat manusia dalam melaksanakan tuntutan Islam, mulai daripada amalan hati, amalan lisan dan anggota tubuh badan. Jelasnya, segala amalan yang dapat dirumuskan dalam pengertian ibadah samada fardu ain atau fardu kifayah memerlukan istiqomah.
2.5.2 Contoh Istiqomah
a. Istiqomah dalam Iman dan melaksanakan tuntutan Iman.
b. Istiqomah dalam solat dan Ibadah-ibadah khusus yang lain.
c. Istiqomah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan serta menentang kebatilan dan kezaliman.
d. Istiqomah dalam ibadah umum seperti belajar, berniaga dan membuat kerja-kerja yang diizinkan oleh syaraq.
2.5.3 Tahap-Tahap Istiqomah
a. Istiqomah hati: sentiasa teguh dalam mempertahankan kesucian iman dengan cara menjaga kesucian hati daripada sifat syirik, menjauhi sifat-sifat cela seperti riak dan menyuburkan hati dengan sifat terpuji terutamanya ikhlas. Dengan kata-kata lain Istiqomah hati bermaksud mempunyai keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran. Firman Allah Taala.
b. Istiqomah lisan: memelihara lisan atau tutur kata daripada kata-kata supaya sentiasa berkata benar dan jujur, setepat kata hati yang berpegang pada prinsip kebenaran dan jujur, tidak berpura-pura, tidak bermuka-muka dan tidak berdolak dalik.
c. Istiqomah perbuatan: Tekun berkerja atau melakukan amalan atau melakukan apa saja usaha untuk mencapai kejayaan yang di redhai Allah. Dengan kata-kata lain istiqomah perbuatan merupakan sikap dedikasi dalam melakukan sesuatu pekerjaan, perusahaan atau perjuangan menegakkan kebenaran, tanpa rasa kecewa, lemah semangat atau putus asa. Sikap ini menjadi begitu rupa kerana dorongan hati yang istiqomah.
2.5.4 Hikmah Istiqomah
Istiqomah merupakan sikap jati diri yang teguh dan tidak luntur oleh apa jua pengaruh dan cabaran. Sikap ini membolehkan seseorang itu terus berusaha untuk mencapai matlamat daripada usaha dan pengorbanannya. Akhirnya sikap inilah yang menjadi faktor utama kejayaan.
Dengan kata lain istiqomah menjadi faktor pencapaian matlamat dalam apa jua bidang sama ada bidang agama, siasah, ekonomi, pendidikan, penyelidikan, perusahaan dan perniagaan. Peribahasa melayu ada menyebutkan, “berpantang maut sebelum ajal.”
Kejayaan melaksanakan tuntutan iman dan matlamat amal Soleh dapat dicanai dengan sikap istiqomah seperti yang dinyatakan di dalam Al-Quran.
Surah Fusilat-Ayat 30-32. Artinya ”Sesungguhnya orang-orang yang menegaskan keyakinan dengan berkata : “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap teguh di atas jalan yang betul, akan turunlah Malaikat kepada mereka dari semasa ke semasa (dengan memberi ilham): “Janganlah kamu bimbang (dari berlakunya kejadian yang tidak baik terhadap kamu) dan janganlah kamu berdukacita, dan terimalah berita gembira bahawa kamu akan beroleh Syurga yang telah di janjikan kepada kamu.”
“Kamilah penolong-penolong kamu dalam kehidupan dunia dan pada hari akhirat; dan kamu akan beroleh pada hari akhirat apa yang kamu ingini oleh nafsu kamu, serta kamu akan beroleh pada hari ituapa yang kamu cita-citakan mendapatnya.” “(pemberian-pemberian yang serba mewah itu) sebagai sambutan penghormatan dari Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mengasihani.
2.5.5 Membentuk Sikap Istiqomah
Sikap Istiqomah dapat di bentuk dengan menanamkan unsur-unsur yang berikut ke dalam diri:
1. Matlamat yang unggul iaitu berjaya dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.
2. Semangat dan daya juang yang tinggi serta tidak mudah mengalah atau berputus asa.
3. Prinsip yang benar berasaskan Al-Quran dan hadis Rasullallahi Sallallahu Alaihi Wassalam.
4. Ilmu dan maklumat yang cukup.
5. Strategi yang kemas dalam perjuangan.
6. Usaha yang berterusan.
7. Yakin kepada takdir dan janji Allah Taala.
8. Berdoa dan bertawakal.
9. Bersyukur dan rido
BAB 3
KESIMPULAN
Istiqamah di jalan Allah, yakni senantiasa teguh dan konsisten untuk menjaga keimanan, dan teguh dalam menjalankan semua perintah Allah swt merupakan kewajiban bagi setiap kaum Muslim. Siapa saja yang istiqamah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan banyak keutamaan, diantaranya adalah; pertama, penjagaan malaikat baik di kehidupan dunia maupun akherat. Kedua, karunia yang melimpah ruah, berujud harta yang banyak, kelapangan usaha, dan kebahagian hidup di dunia dan akherat. Keistiqamahan di jalan Allah direfleksikan dalam bentuk; teguh dalam keimanan, ikhlash dalam perbuatan, dan selalu menunaikan seluruh kewajiban.
No comments:
Post a Comment